Selasa, 29 Januari 2008

Opini : Antara Syurga dan Neraka

Histeris jeritan anak-anak serentak memecah suasana hening di ruangan sidang, pimpinan sidang memutuskan bahwa kebijakan Ujian Akhir Nasional (UAN) yang diusulkan pemerintah ditolak. Beliau memutuskan bahwa Ujian Akhir Nasional akan berpijak pada kebijakan tahun lalu dengan alasan pemuda bangsa Indonesia belum siap dalam menerima era ini. Tiba-tiba Ucup terjaga dari tidurnya dan kehilangan semua peristiwa tersebut. Ternyata itu hanyalah sebuah mimpi belaka yang tidak akan pernah terwujud karena pemerintah telah memutuskan bahwa kebijakan baru bagi Ujian Akhir Nasional akan tetap terlaksana.
Mimpi Ucup sangat beralasan dalam pengharapannya, bahwa seorang anak bangsa sangat mengharapkan perubahan dalam sistem pendidikan yang masih carut marut, bukannya kebijakan yang memberatkan berbagai pihak. Kebijakan itu akan membawa dilema bagi dunia pendidikan. Dengan kebijakan yang menentukan bahwa siswa akan lulus jika nilai mata pelajaran khusus dan mata pelajaran lainnya yang terangkum dalam 6 mata pelajaran mencapai nilai 5,25. Apakah kontribusi pemerintah terhadap dunia pendidikan sudah sebegitu bagusnyakah sehingga sangat percaya diri menetapkan kebijakan yang kontroversial di masyarakat pendidikan?
Di dalam benak seorang guru yang paling utama adalah bagaimana mengantarkan anak didiknya lulus ujian, bukan bagaimana anak didik tersebut bisa menyerap ilmu yang telah mereka sampaikan. Bagi sekolah yang menyelenggarakan penyaringan siswa barunya dengan syarat yang sangat ketat, mungkin tidak begitu bermasalah. Tetapi bagi sekolah yang masih butuh siswa dan mencari anak didik agar operasional sekolahnya dapat berlanjut sehingga penyaringan siswa baru dilaksanakan dengan alakadarnya, merupakan suatu masalah yang sangat besar. Sementara masing-masing pemerintahan daerah berharap agar semua anak-anak didik di wilayahnya lulus. Pada kenyataannya terdapat banyak anak usia sekolah yang terjerat dalam kemalasan untuk berpikir. Demi nama baik daerahnya beberapa pemerintah daerah membiarkan sesuatu yang seharusnya tidak berkembang dalam dunia pendidikan, bahkan bukan rashasia lagi ada yang memberikan ‘trik’nya agar sukses.
Semakin banyaknya anak didik yang tidak lulus menunjukkan bahwa daerah tersebut dianggap terbelakang dan kurangnya pembinaan. Sehingga hal yang lumrah dalam pembentukan “Tim Sukses” sudah bukan sesuatu hal yang tabu, demi membantu anak didiknya agar lulus. Bagi seorang guru itu adalah sebuah dilema, bagaikan makan buah simalakama. Di satu sisi siswa tersebut adalah anak didiknya di sisi lain jauh dari perbuatan yang terpuji, dan mengotori dunia pendidikan. Siapa yang menanggung dosanya?(Itulah yang tersimpan di dalam benak hati seorang hamba Tuhan). Apakah Guru dan Kepala Sekolahnya? Ataukah Departemen dan pemerintahnya? Wallahu ‘alam bissawaf.
Ada suatu kejadian beberapa tahun lalu sebelum kebijakan tentang UAN diterbitkan, yang mungkin harus menjadi perenungan kita semua. Peristiwa tersebut terjadi pada saat akan berakhirnya tahun ajaran. Ini bermula dari datangnya orang tua siswa kelas III kepada seorang guru yang tak lain adalah walikelas anaknya. Beliau menyampaikan bahwa anaknya ingin masuk ke salah satu sekolah tinggi yang mempunyai persyaratan nilai Matematikanya minimal harus angka 7,0. Di sekolah tempatnya belajar anak tersebut adalah anak yang biasa-biasa saja dan tidak menonjol. Orang tuanya memohon agar nilai Matematika di raport anaknya ditulis dengan angka 7,0 walaupun itu bukan nilai sebenarnya. Setelah melalui pembicaraan yang singkat akhirnya ditemukanlah orang tua yang sangat sayang sekali pada anaknya itu dengan guru Matematika. Naluri seorang guru bahwa nilai yang telah diberikannya itu adalah hasil kemampuan anak tersebut, jadi kalaupun harus “didongkrak” tidak dengan angka 7,0, karena terlalu berat untuk mempertanggungjawabkannya ke masyarakat. Walaupun dengan berat hati akhirnya nilaipun dapat berubah sesuai dengan harapan. Beberapa tahun kemudian ada berita bahwa anak tersebut tidak lulus sekolah tinggi yang dimaksud, tetapi masuk ke salah satu perguruan tinggi bergengsi di kota Bandung yang tidak membutuhkan angka 7,0 pada nilai pelajaran Matematika.
Dari kejadian tersebut dapat dikatakan bahwa nilai Ujian Akhir bukanlah satu-satunya hal sebagai penentu nasib seorang anak calon generasi bangsa, tetapi ilmulah yang akan mengantarkan anak tersebut dalam keberhasilan. Nilai hanyalah sebagai ‘Reward’ terhadap suatu usaha yang dilakukan. Bagaimana dengan kasus siswa berprestasi, yang terhambat perjalanannya karena hanya tidak lulus di salah satu mata pelajaran UAN. Apakah gurunya yang salah?
Pemerintah sepertinya menutup mata dengan kasus yang banyak terjadi di dunia pendidikan, bagi sang pembuat kebijakan itu merupakan suatu hal yang sangat relevan dengan tuntutan zaman. Sampel yang diambil sebagai contoh adalah gambaran siswa yang pintar dan cerdas saja, tetapi melupakan begitu banyaknya anak Indonesia yang terpuruk sehingga tidak begitu pintar dan cerdas karena kemiskinan. Selain daripada itu begitu banyaknya pengaruh-pengaruh lingkungan yang mengotori dunia pendidikan. Pemerintah sendiripun sepertinya cuci tangan, tidak mau tahu dan tidak mau disalahkan atas merebaknya hal tersebut.
Pendidikan yang bermutu hanya untuk mereka yang berduit saja, asupan gizi terpenuhi, faktor pendukung pembelajaran seperti peralatan komputer lengkap dengan program-programnya yang canggih dapat disediakan. Bagaimana dengan anak-anak yang tinggal di daerah, dan rata-rata penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, seperti yang dituliskan sebelumnya? Tentu pendidikan yang diperoleh pun seadanya. Begitu juga dengan dampak dari pengaruh lingkungan yang menyebabkan anak didik menjadi malas berpikir. Oleh sebab itu yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah sistem dan lingkungannya (seperti dalam proses termokimia saja) agar berkualitas, bukan hasil akhirnya. Pendidikan di suatu negara akan berhasil baik jika pemimpinnya berilmu dan beriman. Seperti apakah pendidikan yang baik menurut pandangan Islam?
Sebagaimana dikutip dalam buku Pendidikan Islam Integratif bahwa tujuan filosofis pendidikan ditinjau dari sisi keislaman secara substansial maupun eksistensial manusia berbeda dengan Tuhan. Manusia diciptakan di muka bumi ini hanya untuk beribadah kepada-Nya (Qs. 51:56). Sebagai modal dasar, manusia diberikan kesempurnaan bentuk penciptaan dibandingkan dengan mahluk lain, sebagaimana dijelaskan dalam Qs. 95 : 4. Dengan dasar kemampuan itulah manusia diwajibkan menuntut ilmu melalui proses ‘pendidikan’. Oleh sebab itu pada hakekatnya tujuan pendidikan adalah “memanusiakan manusia” agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi. Yang paling penting dalam tataran riil, lembaga pendidikan harus mampu melahirkan cendekiawan-cendekiawan “utuh” dalam arti memiliki keluasan ilmu dan keluhuran akhlak. Dalam dunia pendidikan tidak hanya ditekankan pada kecerdasan tetapi juga meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT.
Sedangkan tujuan fungsional pendidikan, berakar pada tuntutan atas diri manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi. Secara konkret hal tersebut mustahil dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan manusia, bahkan malaikat sendiri pun mempertanyakan kemampuan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi (Qs. 2 : 3). Secara lebih konkret lagi dalam sudut pandang manusiawi tujuan fungsional pendidikan adalah pengetahuan tentang perbedaan-perbedaan tradisi, tingkah laku, adat istiadat, budaya, kesukuan, sistem pemikiran, kemasyarakatan dan seterusnya menjadi pemahaman dan pengenalan satu dengan yang lainnya (Qs. 49:13). Dan dalam sudut pandang kosmologis, tujuan fungsional pendidikan merupakan suatu tuntutan terhadap pengetahuan sunatullah alam semesta.
Sungguh indah jika dunia pendidikan kita bisa menciptakan cendekiawan-cendekiawan utuh yang akan menjadi khalifah di muka bumi. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW. yang dikutip oleh Al-Ghazali bahwa orang bodoh adalah musuhnya, sedangkan orang terpelajar adalah sahabatnya. Pada hadis lain pun nabi bersabda bahwa kebodohan dan buta huruf adalah jauh lebih jelek daripada kematian dan ilmu pengetahuan, sedangkan sifat terpelajar adalah lebih baik daripada hidup. Nabi juga mengatakan bahwa dengan ilmu kita dapat membedakan yang benar dan salah, ilmu adalah sahabat kita di sahara, ilmu menerangi jalan kita ke surga, ilmu membimbing kita menuju kebahagiaan, ilmulah yang menopang kita ketika dalam kesengsaraan, ilmu adalah hiasan di tengah-tengah sahabat dan menjadi lapis baja ketika menghadapi musuh. Maka Nabi menganjurkan untuk mencari ilmu sampai ke negeri China. Dan barang siapa yang menghormati orang terpelajar berarti dia menghormatiku (Muhammad SAW.).
Berdasarkan uraian di atas bahwa yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah kualitas pendidikannya. Sudah baikkah kurikulumnya? Sudah sejahterahkah gurunya? Di Indonesia penghargaan terhadap dunia pendidikan belum begitu baik, padahal anggaran terbesar dalam pendapatan negara adalah anggaran dunia pendidikan. Kerjasama yang baik antara lembaga struktural dan lembaga fungsional dalam menyimpulkan suatu ‘penelitian’ adalah suatu hal yang sangat menunjang dalam peningkatan mutu pendidikan, bukan berdasarkan pada laporan fiktif belaka. Sehingga dalam penentuan kebijakan tidak menghadapkan dilema kepada berbagai pihak. Seperti dalam pendidikan pesantren, mereka tidak butuh Ujian Akhir Nasional karena yang mengetahui sejauh mana kualitas anak-anak didiknya adalah Pak Kiainya. Tapi apakah pesantren merupakan pendidikan yang tidak berkualitas, karena tidak ikut ujian akhir nasional? Begitu banyak alumni-alumni santri yang sukses dan menjadi ulama besar yang tanpa harus melalui Ujian Akhir Nasional.
Menurut Al Ghazali, para pencari kebenaran dan ilmu pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi : pertama, kelompok rasionalis. Kelompok ini mengaku melihat dengan sangat dalam hal-hal atau fenomena tertentu dengan bantuan kemampuan akal pikir. Kedua, kelompok bathin. Kelompok ini menyombongkan keadaannya karena mempelajari dan memperoleh ilmu pengetahuan yang membahagiakan dari imam yang suci pada zaman mereka. Ketiga, Para Filosofi. Kelompok ini menganggap diri mereka memahami serta menguasai akal dan logika. Kempat, Para Sufi. Kelompok ini yang mengaku memperoleh ilmu pengetahuan dengan sarana intuisi dan wahyu dari Tuhan. Dan Al Ghazali pun telah memperjuangkan dengan gigih bahwa “Tasawuf” sangat berperan sebagai peralatan belajar, tata aturan, dan tindakan hidup. “Tasawuf” adalah pengetahuan dan pengamalan, dan pada dasarnya adalah semacam ilmu pengetahuan yang praktis. Seorang sufi tidak berarti apa-apa jika tidak melaksanakan apa yang dia imani dan pegang teguh dengan penuh keyakinan.
Ilmu pengetahuan harus dilandasi dengan iman. Dalam beragama, itu yang lebih utama ditonjolkan dari pada memaksakan kehendak apa yang diinginkan oleh para pemimpin. Pemimpin sebaiknya lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, karena dampak dan pengaruh yang ditimbulkannya ibaratkan syurga yang tak jauh berbeda dengan neraka. Di satu sisi ingin berharap kebaikan tetapi di sisi lain kecurangan demi kecurangan mengotori harapan suci dari seorang yang tulus. Ketulusan yang diharapkan mendapat syurga, tetapi tanpa disadari oleh sang pengemban amanah ternyata berbuah neraka. Hal ini merupakan suatu dilema yang sangat jauh dari hati nurani seorang yang mulia di mata Allah SWT. Ketulusan niat dalam mengemban amanah suci dari Ilahi ternodai hanya karena ingin melakukan suatu kebaikan yang ‘palsu’. Wahai kau yang ada diujung mata ingatlah ilmu adalah satu amalan yang kita bawa ketika hayat berpisah dari raga. Bermanfaatkah ‘ilmu’ tersebut? Atau bahkan menyengsarakan dan menyebabkan timbulnya suatu kemudharatan? Marilah kita mengintrospeksi diri, takutkah kita akan kematian? Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan membimbing kita semua agar tetap dalam iman Islam. Amin.

Minggu, 27 Januari 2008

Kumpulan Puisi : Di Balik Tirai Religiku

Ya Allah…
Kau telah menciptakanku dengan indah
Kau telah memberikanku kesempurnaan akal
Sehingga aku dapat melihat dan merasakan semua rahmat Mu
Serta karunia dari segala ciptaan Mu

Ya Allah...
Aku selalu bergetar jika mendengar nama Mu
Aku Takkan sanggup jika jauh dari Mu,
Karena itu menyengsarakan hatiku

Ya Allah...
Sering aku takut dengan azab Mu karena kelalaianku
Tapi entah kenapa aku sendiripun tak tahu
Kadang aku tergoda akan bujuk rayu nya
Yang menjauhkanku dari Mu

Ya Allah...
Setiap menjelang tidur ku selalu merasa takut
Takut tak punya waktu lagi untuk menyebutkan nama Mu
Apakah esok hari aku masih bisa mengagungkan nama Mu..

Puisi ke-1
Tangerang, 27 Februari 2001


Maha suci Allah...
Yang telah membuka hatiku untuk bertaubat
Serta bermunajat kepada Mu
Setiap langkah yang kujejakkan di bumi
Hanya untuk menuju kepada Mu
Ketika itu nafas pun dapat berpisah dari raga
Hanya dengan ijin dan kekuasaanMu...

Ketakutan akan dosaku selalu muncul...
Akankah akhir nafas berlalu dan berakhir
Dengan khusnul khotimah
Bayangan kehidupan setelah alam dunia
Selalu datang saat menjelang terlelap
Saat itu roh tak bersatu dengan raga
Saat itu jiwa melayang di bawah alam sadar
Apakah roh ini akan kembali....Atau
Bahkan tak bersatu lagi ‘tuk selamanya....
Atau bahkan singgah di tempat yang indah dan mempesonakan

Betapa Engkau Maha Agung...
Betapa Engkau Maha Mulia...
Yang mengetahui segala kejadian yang bakal terjadi
Allahu Akbar.....

Puisi ke-2
Tangerang, 16 Maret 2001


Saat ku ingat dirinya...
Tergambar semua bayangan bersamanya....
Apa yang terjadi pada kalbu ini
Sehingga aku menduakan cinta dan kasihku pada Mu
Terlalu banyak pengharapan
Akan merusak rajutan jiwa yang indah
Yang telah terjalin dalam kalbu
Keterbatasan ilmu telah mempersempit pandangan....
Hanya Sang Raja Ilmu
Yang tahu apa yang akan terjadi kemudian hari

Allahu Akbar....
Engkau Maha mengetahui....
Diri ini bisa mengenal dekat diri Mu bersamanya
Sekian lama kudambakan cinta Mu dan merindukan kasih Mu
Akhirnya kutemukan bersamanya...
Illahi Rabbi akan selalu kucinta
Walau dirinya hanya tinggal bayangan di mata
Dan hilang dari simpul hati....

Allah Maha pengampun bagi hamba-Nya yang bertaubat
Kupasrahkan dan keserahkan jiwa dan raga pada Mu
Diri ini terlalu hina untuk ke syurga Mu....Tapi
Ku sangat takut dengan neraka Mu
Ya Rabb.... Bimbinglah aku dengan segala cinta Mu....

Puisi ke-3
Tangerang, 2001



Sering terbayang kebahagiaan
Selalu terangkul bersamanya
Seseorang yang baik hati....
Dirimu bagai lautan yang api tak dapat kuselami sampai ke dasar hatimu
Kau sungguh bersahaja tapi begitu arogan...

Ucapanmu pedas tetapi penuh kebenaran
Kata-katamu menyakitkan tetapi obat kepedihan
Kau begitu tegar walau kadang menangis
Dirimu adalah imajinasiku....
Fikirmu adalah hatiku....
Sikapmu adalah figurku...
Dan senyummu adalah inspirasiku

Kebahagiaanmu merupakan dambaanku
Kesedihanmu merupakan airmataku
Takkan pernah terbersit di hati ‘tuk lari darimu
Semoga Allah selalu melindungi dan mencintaimu...
Dan semoga Allah mengampuni segala dosaku...


Puisi ke-4
Tangerang, 13 April 2001


Saat pertama jejakkan kaki padamu
Terbersit di dalam hati...
Hendak kemana dibawa diri ini...
Apakah tujuan langkah kaki ini...
Setiap langkah yang diiringi doa membawa berkah
Maka hidup yang bagaimana yang akan dijalani...
Alangkah indahnya hidup ini andai yang hidup tahu makna hidup

Melangkah ke tujuan yang baik akan selamat
Dan melangkah ke jalan yang ragu
Akan membawa petaka dan kesengsaraan
Tanyakanlah hati...
Apakah diri ini mahluk Allah yang berbakti
Serta temukanlah cahaya Nurani
Warna apakah yang akan terukir dalam hidup

Hati nurani takkan pernah berbohong
Takkan pernah keluar dari garis keimanan
Selama dia tetap terjaga


Puisi ke-5
Tangerang, Maret 2001



Di mata Illahi....
Kau sama halnya dengan yang lain
Begitu juga diri ini
Mengapa wujudmu selalu membayangi
Penyebab kesedihan dan kepedihan
Di hati yang gundah gulana...
Kau menjadi pengacau hati
Dan kau yang membuat galau hati
Tetapi kau jugalah yang menyejukkannya...

Kau membawa ke taman bunga keimanan
Sehingga bunga-bunga di hatipun tumbuh subur dan segar bersemi
Kau membawa ke alam pengharapan tanpa tahu kapan berakhir
Sehingga terlarut dalam lamunan yang semu...

Semoga diri yang manja dan mentah ini
Akan berubah dewasa dengan kematangan logika yang indah


Puisi ke-6
Tangerang, 16 maret 2001



Apakah yang ada dalam gelap...
Dengan sebenar-benar gelap...
Tak sebutir debupun mampu terlihat
Kala itu mata tak dapat berfungsi
Tetapi hati nurani tetap bisa meraba
Jika mata saat itu buta....
Jangan biarkan hati nurani membeku tak bergeming
Karena yang tahu arah kebenaran hanyalah dia

Terangilah dia dengan cahaya jiwa yang tulus
Yang selalu mendamba cinta-Nya
Dan menanti kasih-Nya

Puisi ke-7
Tangerang, 4 April 2001



Saat terpaku menyelamimu
Begitu terasa dekat dengan penciptamu
Betapa kau sangat tenang
Betapa banyak kau menyimpan rahasia
Tetapi dirimu tetap tak berbatas
Kau sangat bersahaja dan bersahabat
Tetapi kadangkala kaupun adalah bencana

Ketika malam datang bersama semilir angin
Yang menyentuh tubuh dan jiwaku
Akupun terpana dan terhanyut
Mengenangkan keindahan dan keangkuhanmu
Betapa Agung penciptamu...
Betapa Mulia keberadaanmu...
Betapa indah ciptaan Rabbku...

Puisi ke-8
Tangerang, April 2001
Setapak demi setapak
Kujejakkan kaki menyusurimu
Apa yang kucari...
Sehingga diri ini mau berpeluh keringat
Menelusurimu...

Setiap langkah selalu ku memuji Mu
Betapa besar kuasa Mu
Betapa agung diri Mu

Semakin jauh kuberjalan semakin penat diri ini
Tapi...Entah mengapa
Semakin terasa bahagia di hati ini
Maha Suci Allah yang telah membahagiakan hati

Semakin letih kaki ini, semakin ku merasakan
Betapa sempurna ciptaan dan karunia Mu
Saat terbentang anugerah Mu,
Yang begitu indah dan menakjubkan
Aku tenggelam dalam pesona Mu dengan doaku
Sungguh diri ini tak berarti apa-apa
Sungguh kepintaran yang kumiliki hanya fatamorgana

Betapa Engkau penentu segalanya
Hidup dan matiku Engkau yang atur
Sehat dan sakitku Engkau yang kehendaki
Allahu... Akbar... Hanyutkanlah aku
Dalam lautan keagungan Dan kebesaran Mu

Puisi ke-9
Cibodas, 15 April 2001



Ya Rabb...
Andai ku bisa menatap Mu
Pasti takkan sanggup ku memandang Mu
Andai ku dapat melihat takdirku
Tentu ku tak kuasa ku ‘tuk menitikkan airmata

Begitu malu ku menatap dan bersua dengan Mu
Karena ku takut dengan azab Mu
Begitu hinanya diriku dihadapan Mu
Begitu banyaknya dosa yang t’lah kutanamkan di taman Mu
Begitu banyaknya benih kufur yang t’lah ke tebarkan di persada Mu

Ya Rabb...
Aku memohon kepada Mu
Aku bermunajat kepada Mu
Sucikanlah hatiku agar tak hina di mata Mu
Berilah aku hidayah agar tak berpaling dari nikmat Mu
Bimbinglah aku agar selalu mencintai Mu
Maha Suci Engkau Ya Allah...
Yang maha mengetahui segala yang tak ku tahu

Puisi ke-10
Tangerang, April 2001



Kala kurasakan sejuknya percikkanmu
Terbayangku pada kejernihan hatimu
Saat kuberdiri memandangmu
Terbayangku pada keindahan dirimu
Dan ketika kuberjalan menghampirimu
Terasa begitu kecilnya diri ini dibandingkan denganmu

Kau begitu gagah tetapi terselubung misteri
Suaramu bergemuruh tetapi tampak bersahabat
Kau banyak menebar pesona tetapi tak mudah diraih
Semua kata akan terangkai indah jika berada di sisimu
Semua laku akan tersaji menawan jika bersama denganmu

Hanya kebahagiaanlah yang terajut indah di dalam kisi-kisi hati ini
Dan hanya cintalah yang terukir jelas dalam sendi-sendi tubuh ini
Seketika itu sadarlah diri dan jiwa ini...
Bahwa sungguh Allah Maha Agung...
Bahwa sungguh Allah Maha Perkasa... lagi Maha Indah...

Puisi ke-11
Cibodas, Mei 2001



Saat ku mengingatmu, kau pergi menjauh dariku
Saat ku akan meninggalkanmu, kau mendekatiku
Tetapi semua itu hanyalah sebuah fatamorgana
Aku sadar...Itu adalah suatu imajinasi semu sesaat
Karena selalu tak kutemukan jalan ‘tuk berpijak
Sehingga ku terbang melayang di dalam khayal
Mengikuti alur rasa yang tak bisa dimengerti logika

Aku tahu itu hanyalah hayalan dengan penuh pengharapan
Berharap sesuatu yang tak mungkin diraih
Dan akupun tahu itu hanyalah bayangan
yang sedang mencari persembunyian tuannya

Hanya kau yang tahu di mana bayangan itu
Dan hanya kaulah yang tahu di mana tempat persembunyiannya

Saat kau perlihatkan semua itu
Saat itu pula segala rasa hampa dan tanpa logika
lalu menghilang seketika
Walau hampa tetap selalu kunikmati rasa yang hilang itu
Dan ku takkan pernah bisa menolak jika rasa itu kembali

Puisi ke-12
Tangerang, 2002



Apa kabar sahabat...
Aku datang lagi padamu
Tetapi dengan membawa hati yang hampa
Karena manisnya telah hanyut
Bersama dengan hujan kemarin sore
T’lah kucoba ‘tuk mendapatkan manis yang abadi
Tetapi tak kutemukan di sini...

Semakin hari... semakin hilang simpatiku
Semakin hari... semakin memudar pesonamu
Tetapi tiada kata yang dapat menggambarkan hati
Dan tiada asa yang dapat mengakhiri kisah

Sahabat...
Kesedihanmu menggugurkan bunga-bunga di taman hati
Airmatamu menghancurkan karang-karang di lautan
Hilangnya dirimu dapat menggelapkan terangnya siang
Tegarnya hatimu seperti gunung-gunung di atas permadani hijau...

Sahabat...
Walau tak indah aku tetap mengagumimu
Walau hampa aku ingin selalu bersamamu
Biarpun aku hanya dinding yang bisu bagimu
Tetapi aku tetap menyayangimu
Dan semoga Allah selalu mencintaimu....

Puisi ke-13
Tangerang, Januari 2002


Ingin kumenjerit agar kau mendengarkan
Ingin kuteriak agar kau bergeming
Ingin kubisikkan kata agar kau tak berkhayal
Sehingga tak terbang dengan sayap-sayap yang rapuh...

Kau telah melukiskan kisah yang takkan terhapus
Kau telah merangkaikan kata yang takkan terputus
Dan aku hanyalah sebuah dinding bagimu
hanya bisa menyaksikan kisahmu dengan segala kebisuanku
Aku hanyalah sebuah pagar bagimu
hanya bisa membatasi ucapanmu dengan segala keheninganku

Kau dapatmeninggalkannya kapanpun kau ingin
Kau dapat mendatanginya kapanpun kau butuh
Kau dapat merengkuhnya kapanpun kau gundah
Dan kaupun bisa menghapus coretan yang t’lah tergores padanya
Kau juga bisa mencabutnya dengan segala kekuasaanmu

Dinding dan pagar mu tetap berdiri kokoh
Walaupun diterpa badai dan gempa
Karena kau telah wujudkan dia dari bahan yang kokoh
Kau telah warnai dia dengan lukisan yang indah
Dan kau telah ukir dia dengan liukan yang tajam
Hiasilah dia selalu dengan senyum dan cintamu
Agar dia tetap memancarkan pesona hatimu

Puisi ke-14
Tangerang, Januari 2002



Dulu aku tak mengenalmu...
Dulu aku tak tahu siapa dirimu
Hanya waktu dan nasiblah yang mengenalkan keberadaanmu
dalam kehidupanku

Sahabat...
Pernah ku goreskan luka di hatimu, kau tetap tersenyum
Pernah ku tumpahkan airmatamu, kau tetap bahagia
Pernah ku usik ketenanganmu, kau tetap bersahabat
Dan pernah ku meninggalkanmu dalam kesedihanmu, kau tetap bersahaja

Sahabat...
Tak terlintas di benak ‘tuk menyakitimu
Tak terbersit di hati ‘tuk meninggalkanmu
Dan tak pernah terlintas di fikir ‘tuk meninggalkanmu
Semua karena khilaf dan lupaku

Sahabat...
Bagiku kau adalah bunga yang indah
Bagiku kau adalah lautan yang luas
Dan kau adalah pelita yang menyala
Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkahmu


Puisi ke-15
Tangerang, Februari 2005







Ketika malam menyelimuti langit yang kelam
Tampak gelap di setiap langkah dan jalan
Doapun tak henti berkumandang
agar hati tetap diterangi cahaya dan Cinta Mu

Pernah terbersit di hati ‘tuk menghilang dari peredaran Mu
Pernah terlintas di benak ‘tuk mengakhiri kisah
Tapi dengan cinta Mu bisa bertahan dan terus bertahan
Sampai saatnya nanti yang ditentukan tiba

Ooh...........
Betapa hampanya diri ini
Betapa letihnya jiwa ini
Betapa beratnya peluh yang mengalir dalam batin ini

Ya Rabb....................
Tak ada satu kuasapun yang dapat menolong
Tak ada satu bait katapun yang bisa menyejukkan hati
Serta tak ada setitik airpun yang sanggup menghilangkan dahaga
Juga tak ada seorangpun yang tulus menjawab semua firasat

Ya Rabb....................
Hanya Engkau yang dapat menolong kami
Hanya Engkau yang bisa membahagiakan hati kami
Dan hanya Engkau yang tulus menghapus kekhilafan kami

Wahai Rabb......
Cinta Mu selalu dalam pengharapanku
tapi sering pula terabaikan dalam ujubku
Nama dan sifat Mu selalu dalam penghayatanku
tapi sering pula terlupaku dan jauh dari Mu

Ya Rabb............
Semoga dalam sisa usia ini
selalu cinta pada Mu serta kekasih Mu
Semoga dalam setiap kata-kata ini
selalu Indah dengan bunga-bunga dzikrullah
dan Semoga selalu dalam keberkahan di dunia dan akhirat

Allahu Akbar.............Kau sungguh maha Pengampun
Subhanallahu............ Kau sungguh maha Penyayang

Ya Allah........Bimbinglah diri ini dalam ridho Mu...
Akhirilah kisah hidup ini dalam khusnul khotimah......
Amin........ Ya Rabbal ‘alamin......

Puisi ke – 16
Tangerang, September 2005



Saat terbujurku di pembaringan
tak dapat ku ‘tuk merengkuh indahnya duniaku
Saat penat tubuh menari-nari di jaringan syarafku
tak sanggup ku ‘tuk bercengkrama dengan alamku

Ooh.........
Betapa bahagia saat diri dapat tertawa
Betapa gembira saat jiwa terbuai canda
Tapi.... Yang terasa kini tak seperti yang diharap
Inilah takdir yang tak dapat ditolak
Inilah Cinta-Mu yang harus disambut dengan dzikir
Dan inilah Sayang-Mu yang disyukuri dengan tawaddu’

Ya Rabb...........
Terima kasih Kau telah menyayangi diri ini
Terima kasih Kau telah mengingatkan jiwa ini
Dan terima kasih atas karunia yang Kau berikan
Pada hamba-Mu yang tak berdaya dan hina ini....

Ya Rabb..........
Akan kuagungkan semua Cinta-Mu
Akan kuselami semua Karunia-Mu
Dan akan kusyukuri semua nikmat-Mu Ya Rabb.....

Ya Rabb.........
Panjangkanlah usiaku seiring dengan Rahmat-Mu
Muliakanlah hidupku senafas dengan Hidayah-Mu
Serta Cintailah jiwaku selaras dengan Karunia-Mu

Puisi ke – 17
Tangerang, 6 Desember 2005



Wahai kau yang di pojok sana.....
Kutahu apa yang kau harapkan
Kutahu apa yang kau dambakan
Dan akupun tahu kau tak berharap hidup
dan dilahirkan dalam duniamu kini

Tapi...itulah takdirmu
Itulah wujud kehidupan yang harus kau rengkuh
Jangan kau sesali semua itu
Jangan kau ingkari apa yang sudah digariskan

Sobat......
Setiap kata yang kau ucapkan penuh haru
Setiap lagu yang kau nyanyikan penuh rintihan
Dan setiap laku yang kau perankan penuh kesedihan

Sobat......
Kau takkan bisa merubah duniamu dengan
keterbatasan akalmu
Kau takkan bisa mengganti wajahmu dengan
keterbelakangan ilmumu

Sobatku di ujung jalan.....
Kau tak bisa kusentuh tetapi kau begitu menyentuhku
Kau jauh dari penglihatanku tetapi kau ada di depan mataku

Aku ingin kau bahagia tanpa dirundung kesedihan
Aku ingin kau tertawa dengan pancaran cahaya syurgamu
Dan aku ingin kau mulia dengan segala keterbatasanmu

Wahai Rabb Penguasa Hati......
Peliharalah mereka dengan segala cinta Mu
Sayangilah mereka walau kadangkala menghindar
Muliakanlah mereka walau seringkali lalai
Karuniakanlah mereka nikmat dan hidayah Mu
Walau mereka acapkali lupa

Rabb.....bahagiakanlah bagi hati-hati yang teraniaya...

Puisi ke – 18
Tangerang, Nopember 2005



Tuhan.......
Aku tak pernah menyangsikan Kasih Mu
Aku tak pernah meragukan Sayang Mu
Akupun tak pernah mengingkari takdir Mu
Tapi mengapa Tuhan.....?
Apa yang terjadi pada diri dan jiwa ini
Mengapa gundah selalu menghampiriku
Mengapa gelisah selalu menemaniku
Tuhan...... Berikanlah jawaban Mu
Aku mohon Tuhan....... Tunjukkanlah......

Puisi ke – 19
Tangerang, Nopember 2005



Tuhan.......
Jangan biarkan aku larut dalam dukaku
Jangan biarkan aku tenggelam dalam lamunan semuku
Jangan diamkan aku terlena dalam khilafku
Dan jangan biarkan tetesan airmataku menggenang kemerah-merahan

Tuhan......
Dengarkanlah rintihan doaku, agar selalu dalam rahmat Mu
Hapuskanlah airmataku, agar tak ada lagi
kesedihan yang mencengkramku
Redamkanlah amarah dan dendamku, agar terpancar cerah
cahaya hati nuraniku
Serta tenangkanlah gemuruh yang menggebu di dadaku
Sehingga aku dapat membaca isyarat Mu

Tuhan......
Kau begitu Agung dan Mulia
Hanya Kau yang yang dapat membolak-balikkan hatiku
Hanya Kau yang berkuasa atas hidupku
Dan...Hanya Kau yang pantas aku cintai
Tapi......Kenapa ada cinta lain bersemayam dihatiku.....?
Tuhan maafkan aku tlah membagi cintaku...

Puisi ke – 20
Tangerang, 21 Desember 2005



Kau begitu kunantikan
Kau yang selalu kurindukan
Tetapi kau tlah menghilang tanpa jejak
Dan kaupun lenyap bagaikan diselimuti kabut

Aku tak pernah tahu isi hatimu
Aku tak pernah mengerti maksud dari perhatianmu
Dan akupun tak pernah membalas senyummu
Sampai akhir perjumpaanmu

Sahabat hatiku......
Kini kau mengisi sebagian dalam mimpiku
Bayangmu selalu menari-nari dalam benakku
Andai karma itu ada dalam kehidupanku
Maka itulah yang kini keperankan

Tuhan.........
Biarkan dia menjadi kenangan bagiku
Aku tak berharap dia hadir dalam kehidupanku
Tapi hidupkanlah dia dalam wujud sahabatku yang lain
Sebagai pengganti dia yang tlah hilang

Tuhan........
Sayangilah orang-orang yang tlah mencintaiku
Cintailah mereka yang tlah mengisi relung hatiku
Serta bahagiakanlah mereka yang hatinya dipenuhi dengan cinta
Dan lindungilah mereka selalu dalam Rahmat Mu

Puisi ke – 21
Tangerang, 21 Desember 2005



Bunda..........
Itulah panggilan yang pantas kau sandang
Itulah cahaya yang selalu terpancar di matamu
Takkan pernah lepas sayangku terhadapmu
Takkan pernah terbayang bahagiaku jika kau tiada

Bunda...........
Ku tahu begitu banyak derita yang kau dera,
Demi aku yang ingin air susumu
Begitu banyak luka tlah tergores dihatimu,
Hanya untuk memberikan aku sesuap nasi
Sungguh banyak airmata yang tlah tertumpahkan,
Karena aku yang ingin kau selamatkan dari nista
Dan begitu besar pegorbanan yang tlah kau hadirkan,
Dalam menanti aku tumbuh dewasa

Bunda..........
Aku pernah meninggalkanmu dalam kesendirian
Aku pernah menjauhkanmu dari kasih sayangku
Dan akupun pernah mengabaikan nasehatmu dari hidupku
Sehingga membuat genangan airmata dikelopak matamu
Begitu hinanya aku di matamu tapi kau tetap memelukku
Begitu kotornya aku di sela kehidupanmu tapi kau tetap menciumku

Ooh bunda..........
Hatimu bagaikan permata di mataku
Wujudmu bagaikan bidadari dalam kehidupanku
Senyummu bagaikan air yang menyejukkan dahagaku
Dan nasehatmu bagaikan bunga dalam taman hatiku

Bunda..........
Ijinkan aku bersimpuh di kakimu,
Agar terhapus setitik luka di hatimu
Biarkan aku larut dalam rangkulan pelukmu,
Agar terobati sekuntum derita yang tlah kau simpan
Dan berilah aku waktu untuk mencium syurgaku,
Agar setiap titik bahagiamu dapat ku rasakan

Bunda..........
Kau adalah mutiara hatiku
Kau adalah pelita dalam perjalanan hidupku
Kau adalah bunga dalam jiwaku
Semoga Allah menyayangimu sebagaimana kau mencintaiku
Dan semoga khusnul khotimah di akhir hayatmu....
Amien..............

Puisi ke – 22
Tangerang, 22 Desember 2005



Sahabat..................
Dulu aku tak mengenalmu...
Dulu aku tak tahu siapa dirimu
Hanya waktulah yang mengenalkanmu
Dalam perjalanan hidupku

Sahabat..................
Kau adalah bunga yang indah
Kau adalah lautan yang luas
Dan kau adalah pelita yang menyala
Dalam marahmu kutahu ada sayangmu
Di balik kata-kata pedasmu kutahu ada perhatianmu

Sahabat...............
Senyummu bagai air menyejukkan dahaga
Kebaikanmu dapat menumbuhkan bunga-bunga yang layu
Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkahmu....
Dan semoga Allah selalu mencintai dan menyayangimu.....
Amien..............

Puisi ke – 23
Tangerang, 17 Januari 2006



Waktu berlalu tak pernah akan berhenti
Dan kematianpun akan semakin mendekati
Bagaikan air mengalir menuju muaranya..

Dalam sekejap terhiasilah hati pada nuansa ukhrawi
yang mewarnai jiwa dan raga

Kekosongan hati adalah santapan bagi sang durjana
yang siap menyeret ke lembah curam lagi terjal
Kelemahan iman adalah selimut bagi sang pendosa
yang tiada pernah takut pada kematian

Siapkah diri yang menjalani hidup...?
Bagaimanakah takdir yang menggores pada diri...?

Rabb...
Terangilah jalan hidup ini, agar tak nampak gelap dalam jiwa
Luaskanlah ilmu dan fikir ini, agar tak terpedaya sang penggoda
Lapangkanlah dada ini, agar tak kotor hati dan darah
Dan kokohkanlah iman ini, agar selalu dapat berjumpa dengan Mu

Puisi ke-24
Tangerang, 13 Desember 2006



Aku punya Jiwa dan jiwa punya aku....
Aku tak pernah kesepian karena jiwa selalu bersamaku
Aku tak pernah bersedih karena jiwa selalu menghiburku

Saat aku jatuh Jiwa yang menolongku
Ketika aku jenuh Jiwa yang memperhatikanku
Dan sewaktu aku menangispun Jiwa yang menghiburku

Jiwa....
Kau lah teman sejatiku
Kau lah cahaya hatiku
Dan kaulah Mahkota kehidupanku
Jika kau tiada maka musnahlah diriku

Jiwa....
Kau mengajariku mengenal Asma Tuhanku
Kau melantunkan irama Rabbani pada Ruhku
Dan pasti kau akan berdalil di hari pembalasanku nanti

Rabb....
Bahagiakan lah Jiwa untukku seutuhnya
Cintailah Jiwa hatiku selamanya
Dan Bimbinglah Jiwa hidupku ke jalan Mu
Amin Ya Allah..
Ya Rabbal alamin....

Puisi ke-25
Tangerang, 14 Desember 2006




Saat badai tiba-tiba datang menerpa.....
seketika itupun nafasku terhenti
seakan lepas ruh dari raga
Aliran darah tersumbat di simpul nadi
seakan tak ingin mengalir kembali
Dan jiwapun ikut terbang melayang
Seakan tak hendak berjumpa dengan diri...

Tubuh lunglai, kaku tak bergeming ada di hadapanku
Terbaring membujur kearah Kiblat
Diam membisu tak menguntai kata
Hanya suara merdu KalamMu dari sang pendatang yang menggema

Yaa Rabb.....
Tak sanggupku melihat tubuh itu
Tak hendak aku berpisah dari tubuh itu
Tak kuasa aku dengan kebisuan tubuh itu

Yaa Rabb....
Andai aku boleh memohon, hidupkan tubuh kaku itu
Agar aku bisa merengkuhnya dengan hangat tubuhku
Dan andai aku boleh mengigau,akupun ingin seperti itu
Agar tak kurasa sekaratku dalam nyata

Yaa Rabb.....
Ampunilah diri yang lemah ini...
Semua adalah kuasa Mu yang ku junjung tinggi
Semua adalah Taqdir Mu yang ku ikhlaskan
Andai waktu dapat ditunda banyak cinta pasti didapat
Cinta tak sempurna dari sang pemikir yang tak berpikir

Rabb.......
Bimbinglah hati dan jiwa ini yang sempat hilang tak bertuan
Cintailah diri ini yang sempat kehilangan nyawa cinta Mu
Jernihkanlah akal ini yang sempat berpikir melebihi batas pikirku

Rabb.......
Terima kasih atas nafas yang telah Kau hembuskan
Terima kasih atas akal yang telah Kau sempurnakan
Terima kasih atas nikmat yang telah Kau karuniakan
Semoga Khusnul Khotimah dalam sisa perjalanan ini
Amiiin....

Puisi ke – 26
Tangerang, Mei 2007



Kuambil air yang suci dari tempat suci
Kubasuh mukaku yang penuh debu dan sedu
Kuberdiri menghadap kiblat ‘tuk berjumpa dengan Tuhanku
Kuangkat tanganku ‘tuk takbir mengagungkan nama Mu
Lalu tersungkurku bersujud ‘tuk menghiba kepada Mu
Dan kuangkat kedua tanganku ‘tuk memohon ridho dari Mu

Sungguh bahagia karena aku mengenalMu
Sungguh bahagia ketika aku menjumpaiMu

Semoga hanya Kau dalam jiwaku
Hanya Kau dalam hatiku
Dan hanya Kau dalam pikirku
Sampai akhir hayatku nanti
Amin Yaa Rabbal alamin...

Puisi ke – 27
Tangerang, Agustus 2007



Sahabat.......
Kau begitu cerdas dalam penglihatanku
Kau begitu ceria dalam alam sadarku
Dan kaupun begitu mulia dalam mata hatiku

Dalam wajahmu terpancar cahaya hatimu
Dalam langkahmu tergambar pesonamu
Dan dalam senyummu tersirat ketulusanmu

Semangatmu menumbuhkan inspirasiku
Ilmumu menyejukkan nuansa akalku
Dan penampilanmu menghiasi alam pikiranku

Yaa Rabb......
Sungguh indah hasil karya Mu
Sungguh sempurna ciptaan Mu

Sahabat.....
Semoga kau tetap tegar dalam setiap langkahmu
Selalu bahagia dalam perjalanan hidupmu
Selalu di ridhoi Allah dalam setiap kata-katamu
Dan selalu dihiasi bunga-bunga indah
dalam taman hatimu yang dirajut sutra

Yaa Rabb....
Bahagiakanlah mereka yang berhati mulia
Cintailah mereka yang selalu di jalan Mu
Lindungilah mereka yang mencintai jihad Mu
Karuniakanlah mereka ilmu yang bermanfaat
Dan Khusnul khotimah di akhir hayatnya..
Amien.............
Puisi ke – 28
Tangerang, 20 Januari 2008



Derai tawaku menyiratkan sedihku
Debar jantungku menandakan galauku

Detik demi detik kutebar senyumku
Tapi tak menumbuhkan bunga di taman hatiku
Waktu demi waktu kutebar pesonaku
Tapi tak meruntuhkan marah dan aroganku

Ku temukan cinta yang semu
dari seorang manusia yang semu
Ku rasakan sayang dalam fatamorgana
dari seorang hamba yang fatamorgana

Begitu ingin ku menjadi ombak yang lembut
Yang selalu bergulung dan saling berkejaran
Begitu ingin ku menjadi burung yang cantik
Yang selalu berkicau dan saling menyapa

Rabb........
Kunantikan selalu cinta Mu untukku
Kurindukan selalu sayang Mu untukku
Kurasakan selalu nikmat Mu untukku
Dan kupasrahkan hidupku hanyalah untuk Mu

Puisi ke – 29
Tangerang, 21 Januari 2008









Perjalanan Hamba Tuhan


Aku di lahirkan di sebuah kota kecil yang bernama Palembang. Aku adalah anak keempat dari empat bersaudara. Sejak kecil kami diajarkan untuk selalu belajar dan belajar. Pendidikan yang sangat keras di keluarga menyebabkan aku dan ketiga kakak-kakakku sedikit tertekan. Maksud baik dari seorang ayah agar anaknya dapat bertahan hidup dan sukses jika dewasa kelak ternyata membuahkan ketakutan secara psikis terhadap sang ayah. Begitu banyaknya aturan dan kerasnya dalam pendisiplinan menyebabkan ketidak harmonisan dalam keluarga. Kenyamanan terasa hanya jika berada di dekat ibu dan kepergian sang ayah ke luar kota karena bekerja. Selain dari itu hanya ketakutan dan ketakutan.
Aku dibesarkan dari keluarga yang sangat sederhana, ayahku adalah seorang yang pintar tetapi kurang beruntung sehingga semua pekerjaan yang pernah menjanjikan kehidupan yang layak untuk keluarga berakhir dengan begitu saja karena alasan kurang jelas. Ayahku adalah seorang yang berdarah biru, beliau terlahirkan dari keturunan Pangeran Diponegoro. Eyang putriku adalah turunan kelima dari Ontowiryo (Pangeran Diponegoro) yang menikah dengan seorang putra kesultanan Bacan, Ternate. Ayahku sangat lancar dalam berbahasa Belanda dan sangat menjunjung tinggi adat dan tradisi Jawa. Sedangkan ibuku adalah seorang wanita tegar yang lahir dari sebuah keluarga yang sederhana dan agamis. Ibuku bisa menguasai berbagai bahasa daerah diantaranya bahasa Padang, Bugis dan bahasa daerah lainnya. Aku sayang sekali sama ibuku ‘juga ayahku’...
Saat aku memasuki dunia remaja aku terpisah dari keluargaku, aku diasuh oleh kakaknya ibuku (uwak) yang berada jauh dari kota kelahiranku. Selama 6 tahun, mulai dari SMP sampai SMA aku tinggal bersama keluarga ‘uwak’ku (aku memanggilnya ayah). Awalnya ayahku tidak setuju melepaskanku, tetapi karena diriku mau tinggal bersama ‘uwak’ maka ayahku akhirnya setuju. Selama tinggal bersama dengan uwak (ayah baruku), banyak pelajaran tentang hidup kudapat yang baru kusadari saat aku sudah dewasa. Dalam benakku saat itu hanya punya satu keinginan yaitu belajar, aku harus pintar agar aku bisa hidup layak di kemudian hari. Saat aku duduk di kelas 2 SMP ayahku meninggal karena sakit yang komplikasi, aku sedih. Tapi itu tidak menyurutkanku untuk tetap belajar dan belajar.
Menurut guruku, aku adalah anak yang lumayan diperhitungkan. Nilai Matematika ku di NEM (Nilai Evaluasi Murni) mencapai angka 9,20, karena memang sejak kecil aku sudah diajarkan Matematika. Sehingga di SMA aku masuk kelas unggulan. Ketika di kelas 2 aku dikelompokkan ke dalam kelas dengan jurusan A-1 yaitu jurusan Fisika. Kelas ini adalah kelas bergengsi, karena di dalamnya terdapat siswa-siswa yang berprestasi. Kemudian aku lulus ujian dengan Nilai Evaluasi Murni yang memuaskan, nilai Bahasa Inggrisku mencapai nilai 9,25. Kemudian aku pun mengikuti bimbingan belajar untuk persiapan masuk perguruan tinggi negeri. Setelah lulus SMA aku kembali ke pangkuan ibuku tanpa seorang ayah. Dengan melalui proses yang panjang akhirnya aku masuk perguruan tinggi negeri yang berada di kota kelahiranku itu.
Untuk membiayai kuliahku, ibu yang menggantikan posisi ayah sebagai kepala keluarga. Ibuku berjualan makanan untuk mendapatkan uang agar kuliahku dapat berjalan dengan lancar. Sesekali aku membantu ibu dalam membuat makanan-makanan itu. Begitu hebatnya ibuku yang mau kerja keras demi aku yang ingin mengenyam bangku kuliah. Suatu saat ketika aku memasuki tahapan akhir kuliah, aku harus mendapatkan mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ketika itu aku harus berpisah jauh dari ibuku karena mata kuliah tersebut mengharuskah aku dan teman-teman yang lain tinggal di sebuah desa selama 3 bulan. Berbagai peristiwa yang hampir merenggut nyawaku terjadi. Saat itu aku berpikir bahwa Allah sangat sayang sekali pada aku dan ibuku, karena aku selalu dalam perlindungan-Nya. Seandainya berbagai hal itu terjadi padaku, begitu terpukulnya ibuku karena belum tuntas menyelesaikan tugasnya sebagai ibu sekaligus ayah sedangkan aku adalah anak satu-satunya yang mengenyam dunia perkuliahan. Ya Allah terimah kasih Kau telah mencintai ibuku dan aku. Semoga akupun selalu mencintai Mu dalam suasana sedih dan bahagia, Amin.
Setelah lulus kuliah, terjadi pergolakan reformasi. Sehingga aku pun belum bisa mencicipi dunia kerja. Aku pernah ikut test di perusahaan BUMN yang berada di kotaku, tetapi gagal pada wawancara dan faktor yang lain (jilbab). Akhirnya aku pun ikut membantu kakakku yang bergerak di bidang percetakan, sehingga pengalamanku tentang pengetikan komputer lumayan bagus. Karena jenuh akhirnya aku pun merantau ke pulau Jawa, Surabaya adalah sasaranku. Selama 6 bulan di sana aku berusaha mencari kerja, selama itu pula aku gagal pada tes wawancara. Apa yang salah dalam diriku?
Kemudian aku pun merambah ke ibukota Jakarta, karena diajak teman kuliahku yang sudah terlebih dahulu tinggal di Jakarta. Temanku menawarkan suatu pekerjaan di dunia kependidikan, yaitu mengajar les private. Hasil yang didapat dari les private tidak begitu menjanjikan, tetapi mencukupi untuk bisa mandiri. Di Jakarta aku hanya bertahan selama 6 bulan dan aku pindah ke Bekasi, tetapi profesi sebagai pengajar les private tetap dijalani. Saat tinggal di Bekasi aku mendapatkan lowongan kerja sebagai guru salah satu SMA di Tangerang. Guru adalah profesi yang sangat jauh dari bayanganku. Tujuanku hanya satu sehingga aku menerima pekerjaan tersebut. Aku ingin belajar berargumentasi di muka umum agar aku bisa percaya diri. Walaupun secara pengetahuan aku bukan berasal dari fakultas keguruan, tetapi bidangku adalah ilmu murni (MIPA).
Pengalamanku pertama kali mengajar di depan kelas sungguh sangat fantastis. Aku pernah mengajar di depan kelas, tetapi pada suatu bimbingan belajar bukan sebuah sekolah. Aku harus membeli sebuah rok panjang, karena selama ini pakaianku selalu casual dengan mengenakan celana panjang. Sementara di sekolah aku harus menggunakan pakaian yang resmi dan sopan. Usia anak didikku tidak jauh terpaut dari usiaku, karena aku mengajar dari kelas 1 sampai kelas 3. Fostur tubuh anak didikku lebih besar dari fostur tubuhku yang imut. Tetapi dengan semangat aku harus berwibawa di depan anak-anak didikku. Akhirnya aku berhasil melalui fase tersebut tanpa meninggalkan kesan negatip.
Modalku dalam mengajar hanya satu, selain ilmuku yang kudapatkan saat di bangku kuliah aku juga menirukan bagaimana guru favoritku dulu mengajariku. Dulu saat aku sekolah aku selalu mempunyai guru idola, guru pelajaran eksakta dan matematika selalu menjadi guru idolaku. Ketika memberikan materi pelajaran, saat itu yang tergambarkan di kepalaku hanyalah metode pengajaran sang guru idola. Alhamdulillah masa itu pun berhasil kulalui dengan bahagia. Awalnya dalam benakku, mengajar hanya profesi sampinganku saja. Dan aku tetap mencari pekerjaan yang menurutku sesuai dengan jurusanku. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan berbagai nasehat dari seorang yang tak kukenal, akhirnya aku menyadari bahwa duniaku yang sebenarnya adalah di dunia kependidikan. Sejak awal aku mengajar di sekolah tersebut sebenarnya sudah merasakan bahagia dan menikmati apa yang kukerjakan, tetapi karena di luar sana banyak pekerjaan yang menjanjikan uang yang banyak membuat pemikiranku menjadi seorang materialistis. Alhamdulillah Allah telah membuka hatiku sehingga aku dapat merasakan nikmatnya bersama-sama dengan anak didikku, walaupun kesejahteraan tidak begitu menjanjikan. Tetapi kebahagiaan rohaniahlah yang harus dikedepankan. Begitu bahagianya hati ini saat aku bisa berbagi dengan orang lain, apalagi itu adalah anak didikku.
Kebahagiaan yang sebenarnya adalah ketika melihat anak-anak didikku tersenyum dan bahagia. Aku bisa merasakan betapa indahnya saat kita dibutuhkan oleh orang lain. Betapa berartinya diri ini saat anak didikku mau berbagi cerita tentang dirinya. Betapa beruntungnya aku karena Allah telah menunjukkan jalan hidupku yang sebenarnya. Inilah takdirku yang harus kusyukuri dengan sedalam-dalamnya syukur.
Alhamdulillah.......... Walaupun kata orang kesejahteraan dari profesi sebagai guru tidak bisa menjamin kehidupan yang sejahtera, tetapi bagiku yang terpenting adalah berkah yang diberikan oleh Allah SWT., itu sudah cukup menjamin bagi hidupku. Setiap rizki yang disebar oleh Allah tidak akan pernah tertukar. “Maka nikmat Ku yang manakah yang kau dustakan?” ini adalah petikan salah satu ayat dari Alqur’an surat. Ar-Rahman.



Baduy ku, Oh Baduy


Ketika siang mulai menghilang dan perlahan-lahan digantikan oleh sang malam, kami pun mulai bersiap-siap untuk mengantisipasi malam agar tidak tenggelam dalam kegelapannya. Maklum, di daerah pegunungan yang jauh dari dingin dan jauh dari jangkauan masyarakat awam tidak mengenal temaramnya lampu pada malam hari seperti di kota-kota yang biasa kita jumpai. Sehingga pada saat malam datang suasana hening pun begitu terasa. Hanya suara bercanda dan suara lembut dan santun dari seorang Kepala Desa (Jaro) yang sedang memberikan keterangan kepada kelompok diskusi dari rombongan penelitian. Desa tersebut di huni oleh suku yang terkenal dengan suku Baduy.
Secara historis, Suku ‘Baduy’ adalah nama sebutan dalam penyebaran Agama Islam di daerah Sunda. Baduy adalah nama suku nomaden di negara Arab yang menolak ajaran Islam pada zaman Rasulullah. Pada pemerintahan Prabu Siliwangi daerah Sunda mayoritas memeluk agama Hindu, kemudian datanglah Maulana Hasan menyebarkan ajaran Islam, yang kemudian diteruskan oleh putranya Maulana Yusuf. Pada zaman tersebut perkembangan Islam sangat pesat. Tetapi ada sebagian yang menolak ajaran tersebut sehingga mereka melarikan diri ke pegunungan-pegunungan. Kelompok tersebut menyebut dirinya suku Kanekes. Sedangkan masyarakat Islam pada masa Maulana Yusuf tersebut menyebut mereka suku Baduy karena menolak ajaran Islam.
Desa Baduy terbagi dua yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Desa Cipaler adalah desa Baduy Luar yang merupakan tujuan kami. Untuk sampai ke desa tersebut kami harus melalui sebuah desa Ciboleger dan Gazebu. Selama dalam perjalanan pemandangan yang tampak sebagian besar adalah hutan, ada juga sungai kecil dan untuk melaluinya kami harus menyeberangi jembatan yang terbuat dari bambu dengan menggunakan tali tambang dan serabut sebagai pengikatnya. Sesekali kami melalui ladang padi tadah hujan.
Di desa Cipaler rombongan kami diterima dengan ramah dan sangat bersahabat. Pada malam harinya kami menginap di rumah-rumah penduduk setempat dengan penerangan yang seadanya. Lampu badai yang kami bawa dapat sedikit membantu penerangan di bagian luar rumah, sedangkan untuk penerangan di bagian dalam rumah salah seorang dari rombongan membawa lampu emergency (darurat). Sehingga tidak begitu terasa gelapnya malam yang kami lalui.
Keesokan hari kami mulai melakukan aktivitas yaitu mencari tahu tentang sanitasi, serta kesehatan penduduk. Misalnya penanganan dalam persalinan, sakit, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kesehatan. Sebagian besar mereka memanfaatkan tumbuhan alam yang ada di sekitar halaman rumah mereka, seperti program tanaman obat keluarga (toga). Untuk sanitasi, mereka kurang memperhatikan masalah MCK, karena keterbatasan pengetahuan tentang itu.
Setelah mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan, kami pun melanjutkan perjalanan menuju desa Cibeo yang merupakan tempat bermukimnya penduduk Baduy Dalam. Perjalanan yang ditempuh lebih berat dari pada sebelumnya, karena lokasinya jauh lebih tinggi dari pada desa Cipaler. Selain jarak yang ditempuh lebih jauh medan yang dilalui pun lebih banyak tantangannya. Selama dalam perjalanan sesekali kami berjumpa dengan penduduk Baduy Dalam yang sedang melakukan aktivitasnya. Perbedaan suku Baduy Luar dan Baduy Dalam secara adat adalah terlihat dari pakaian mereka. Baduy Luar mengenakan pakaian adat berwarna hitam dengan ikat kepala berwarna hitam juga sedangkan Baduy Dalam mengenakan pakaian adat berwarna putih dengan ikat kepala berwarna putih. Dan secara adat penduduk Baduy Dalam masih tetap menjunjung tinggi tradisi (adat) warisan dari nenek moyang mereka, sedangkan penduduk Baduy Luar sudah terkontaminasi dengan dunia luar. Misalnya dalam hal berpakaian penduduk Baduy Luar sudah banyak yang mengenakan pakaian modern (kota) dalam kesehariannya, sedangkan penduduk Baduy Dalam selalu mengenakan pakaian adat yang mereka tenun sendiri. Penduduk Baduy Dalam melarang pengambilan foto dan video shooting bagi tamu-tamu yang berkunjung ke daerah mereka, karena itu sangat tabu bagi mereka. Selain itu tamu yang berkunjung hanyalah muslim dan pribumi saja. Dalam rombongan kami ikut seorang Photographer ‘bule’ yang sangat tertarik dengan peradaban suku Baduy. Akhirnya beliau pun di pisahkan dari rombongan yang akan memasuki kawasan Baduy Dalam
Di desa Cibeo pun kami disambut dengan ramah oleh penduduk dan kami diberi kesempatan untuk bercengkerama dengan sang Jaro. Rombongan kami begitu terpesona dengan keramahan dan kecerdasan dari sang Jaro, walaupun suku Baduy tidak mengenal pendidikan melalui bangku sekolahan tetapi beliau banyak tahu tentang informasi pengetahuan, selain beliau adalah seorang yang bersih dan tampan. Sang Jaro sering melakukan perjalanan ke luar daerah dan bertemu dengan orang-orang terpelajar, sehingga ilmu yang dimiliki sangat kompleks. Dan untuk kebersihan kulit tubuh dan wajah, mereka selalu menggunakan pohon ‘Honje’ sebagai bahan pengganti sabun mandi. Pohon Honje yang dikenal dengan pohon Kecombrang itu bisa digunakan sebagai obat penyakit yang berhubungan dengan kulit (juga campak).
Dalam peradaban suku Baduy tidak mengenal dunia pendidikan, keseharian mereka bercocok tanam dan bertenun serta mengurus keluarga mereka masing-masing. Sehingga mereka terbelakang, tetapi mereka sangat menikmati kehidupan seperti itu. Hanya ilmu pengetahuan warisan nenek moyang yang tetap bertahan dan mereka pertahankan. Tatanan hidup dengan ajaran animisme menyebabkan mereka sangat mencintai leluhurnya. Bagi warga yang menolak atau melanggar tatanan tersebut akan diusir dari perkampungan. Karena terlalu banyak warga yang mulai mengenal tatatan kehidupan Islam, maka akhirnya mereka yang terbuang membentuk perkampungan Muslim suku Baduy.
Pada perkampungan ini sudah mulai mengenal pendidikan, karena lokasinya tidak terlalu jauh dari keramaian penduduk walaupun tetap masih di daerah pegunungan. Misalnya pendidikan Agama Islam bisa didapat dari Bapak Ustadz. Pendidikan dunia pun mereka pelajari dengan menempuh perjalanan jauh ke luar perkampungan.
Keterbelakangan peradaban suku Baduy Dalam tidak membuat mereka menjadi orang terbelakang dan gampang dipengaruhi, tetapi justru menjadikan mereka berkepribadian yang unik dengan keramahan dan kedisiplinannya. Mereka mengerti pola kehidupan yang sehat sehat walaupun sanitasinya kurang baik. Dalam pembangunan sebuah rumah pun mereka menggunakan alat-alat yang jauh dari alat-alat modern, seperti paku atau yang lainnya. Mereka hanya menggunakan serabut/ijuk sebagai pengikat dan pasaknya dialas dengan batu agar tahan lama dan tidak mudah lapuk. Dengan segala keterbatasannya menjadikan mereka suatu keluarga yang sangat kuat ikatan persaudaraannya.
Pengamatan yang dilakukan cenderung menjurus ke arah pengetahuan herbal yang digunakan oleh masyarakat Baduy. Misalkan tanaman Honje seperti yang telah di ulas sebelumnya, bagi masyarakat umum masih banyak yang belum begitu mengenal manfaatnya. Tetapi bagi masyarakat Banten tanaman itu sudah merupakan tanaman leluhur yang mengandung berbagai macam manfaat. Penduduk Baduy Dalam menggunakan pohon tersebut dengan cara menggosokkan batang pohon Honje ke tubuh dan wajahnya agar bersih tanpa harus menggunakan sabun mandi. Sehingga terlihat penduduk Baduy Dalam memiliki tubuh dan wajah putih bersih. Selain itu juga ada tanaman yang dinamai Korejat. Tanaman tersebut berfungsi sebagai obat mata. Semua tanaman dan tumbuhan yang ada di sekeliling, mereka manfaatkan untuk obat-obatan.
Akhirnya malam pun kembali datang, kami dan rombongan telah sampai di desa lain yang berada jauh di luar dari perkampungan Baduy Dalam. Di sana kami berkumpul kembali dengan photographer ‘bule’ yang terpisah dari rombongan. Dan kami pun berbagi pengalaman dalam suatu diskusi yang sangat kekeluargaan. Malam pun berlalu, penatnya tubuh karena perjalanan yang sangat melelahkan hilanglah sudah. Selama 2 hari kami dan rombongan belum bisa mandi dan bersih-bersih, akhirnya di desa inilah kami mencuci diri dan bersih-bersih karena sungai yang mengaliri desa ini cukup bersih. Alhamdulillah......
Menjelang siang kami melanjutkan perjalanan untuk pulang, dan sebelumnya kami mengunjungi desa suku Baduy Muslim. Dan setelah bersilahturahmi dengan mereka kami pun kembali pulang. Suku Baduy terletak di daerah pegunungan yang berada di wilayah Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten.
Begitu indahnya perbedaan, dari perbedaan dapat menjadikan persaudaraan yang sangat erat. Jangan pernah memandang perbedaan adalah perpecahan, tetapi sikapilah perbedaan itu dengan bijaksana. Semoga keberagaman suku dan golongan bangsa Indonesia selalu menyatukan bangsa ini dalam kesatuan Bhineka Tunggal Ika. Amien.